Berdasarkan pengamatan penulis,
akhir-akhir ini semakin banyak siswa mengikuti bimbingan belajar atau bimbel.
Peserta bimbingan belajar saat ini tidak hanya terbatas pada siswa SMA yang
tengah mempersiapkan diri mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, namun juga
siswa SMP dan SD. Menurut penulis, fenomena tersebut terjadi karena beberapa
hal, seperti kurangnya penguasaan orang tua terhadap materi yang sedang
dipelajari anak ataupun kurangnya waktu orang tua untuk terlibat dalam
pendidikan. Oleh karena itu, para orang tua saat ini cenderung mendorong
anaknya mengikuti bimbingan belajar dengan harapan guru-guru di bimbingan
belajar tersebut dapat membantu anak-anak mereka saat mengalami kesulitan dalam
mempelajari suatu materi pelajaran. Satu hal yang disayangkan adalah kemudian
orang tua tidak terus terlibat dalam pendidikan anak.
Tertarik dengan fenomena tersebut,
penulis kemudian mencoba menganalisa keterlibatan orang tua dalam proses
pendidikan. Mempertimbangkan secara garis besar pendidikan dibagi kedalam tiga
jenjang: SD, SMP, dan SMA. Penulis akan mencoba menjelaskan peran dan
keterlibatan orang pada setiap jenjang tersebut.
Pada siswa SD, penelitian yang
dilakukan oleh Nye, Turner dan Schwartz (2006) menunjukkan bahwa siswa SD akan
mengalami peningkatan performa dalam kegiatan membaca, matematika, dan juga
performa akademis secara keseluruhan apabila orang tuanya turut terlibat di
dalam kegiatan-kegiatan yang sifatnya memperkaya kemampuan akademik mereka.
Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain memberikan contoh perilaku mengerjakan
PR yang baik atau memberikan bantuan langsung apabila mereka mengalami
kesulitan dalam mengerjakan PR (Patall, 2008).Topor, Keane, Shelton dan Calkins
(2010) bahkan menjelaskan bahwa pada jenjang ini, keterlibatan orang tua
memiliki pengaruh lebih besar terhadap performa akademik anak dibandingkan
intelegensi anak itu sendiri.
Berbeda dengan tahap pendidikan SD,
keterlibatan orang tua pada anak SMP lebih mengarah kepada panduan serta
penetapan aturan.Adapun panduan yang dimaksud adalah bahwa pada jenjang ini
orang tua dapat mulai berdiskusi mengenai strategi belajar yang efektif untuk
anak serta membantu anak untuk mulai mengenali minatnya. Sedangkan penetapan
aturan dapat berupa kapan dan di mana anak harus belajar ataupun mengerjakan
PR.(Patall, 2008; Hill &Tyson, 2009).
Pada jenjang pendidikan SMA,
Catsambis dan Garland (1997) mengungkapkan bahwa keterlibatan orang tua di
dalam perilaku atau aktivitas belajar anak sehari-hari akan jauh berkurang.
Namun sebagai gantinya orang tua cenderung terlibat langsung dalam pemilihan
jurusan anak, yakni dengan melakukan diskusi bersama anak terkait minat dan
kemampuan yang dimiliki selama ini serta ekspektasi yang dimiliki oleh orang
tua.
Sementara itu, keterlibatan orang
tua khususnya dalam mengerjakan PR tetap mampu memberikan dampak positif bagi
pencapaian akademik siswa SMA (Patall, 2008). Meskipun demikian, orangtua tidak
perlu membantu anaknya dalam mengerjakan PR seperti saat mereka masih duduk di
sekolah dasar. Siswa SMA pada umumnya baru akan meminta bantuan orang tuanya
jika pelajaran tersebut sesuai dengan bidang keahlian orang tuanya sehingga
bantuan yang diperoleh pun sifatnya efektif dan tepat sasaran.
Berdasarkan penelitian-penelitian di
atas, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan secara langsung orangtua dalam
proses belajar dapat berdampak positif terhadap pencapaian akademis anaknya.
Melihat manfaat-manfaat tersebut, para orang tua tetap diharapkan untuk
terlibat secara langsung dalam proses belajar anak-anaknya meskipun anak
diikutsertakan dalam bimbingan belajar. Patall (2008) juga menjelaskan bahwa
keterlibatan orang tua didalam proses belajar juga akan mempengaruhi rregulasi
atau kontrol diri anak, baik dalam hal belajar maupun kegiatan lainnya
Perlu disampaikan kembali agar
bentuk keterlibatan sebaiknya disesuaikan dengan jenjang pendidikan yang sedang
ditempuh anak, hal ini bertujuan agar hasil keterlibatan orang tua tersebut
efektif dan berdampak besar pada prestasi akademis anaknya. Di sisi lain, para
siswa juga dapat mengajak orang tuanya untuk terlibat di dalam proses
belajarnya, misalnya dengan cara meminta bantuan dalam mengerjakan PR atau
terbuka pada orang tua mengenai kendala-kendala yang ia hadapi di sekolah.
Sumber yang dipakai:
Catsambis, S., Garland, J. E.
(1997). Parental involvement in students’ education during middle school and
high school. diakses dari
http://www.csos.jhu.edu/crespar/techReports/Report18.pdf
Hill, N. E. & Tyson, D. F.
(2009). Parental involvement in middle school: A metaanalytic assessment of the strategies that promote achievement. Developmental
Psychology, 45(3), 740-763
Nye C, Turner H, Schwartz J (2006).
Approaches to Parent Involvement for Improving the Academic Performance of
Elementary School Age Children. The Campbell Collaboration Reviews of
Intervention and Policy Evaluations (C2-RIPE). Philadelphia, Pennsylvania:
Campbell Collaboration.
Patall, E. A., Cooper, H. &
Robinson, J. C. (2008). Parent involvement in homework: A research synthesis.
Review of Educational Research, 78, 1039-1101.
Topor, D. R., Keane, S.P., Shelton,
T.L & Calkins, S.D. (2010). Parental involvement and student academic
performance: A multiple mediation analysis. Journal of Prev Interv Community,
38(3), 183-197
Sumber: http://ruangpsikologi.com/pendidikan/keterlibatan-orangtua-dan-efeknya-ke-prestasi-anak/#ixzz3OfowwBmv
Copyright RuangPsikologi.com 2014
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial
Follow us: @ruangpsikologi on Twitter | ruangpsikologi on Facebook



0 komentar:
Posting Komentar